Foto : Tampak Rahmawati bersama kumbung jamur tiram yang dikelolanya
TANJUNG ENIM I galikabar.com – Kecintaan Rahmawati pada hasil pertanian bernama jamur tiram bisa dikatakan sudah harga mati bagi warga Tanjung Enim Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim ini.
Ibarat penggalan lirik lagu ‘Tak Bisa Ke Lain Hati’ dialami Rahmawati, meskipun terpaan cobaan dan jatuh bangun dirinya tetap berpegang teguh pada keyakinan diri bahwa jamur tiram akan bisa memberikan manfaat besar pada kehidupan ekonomi keluarga.
Mengawali menjadi mitra binaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan mengolah pupuk bokasi seketika mampu membuat pandangannya berpaling dan tertarik pada usaha budidaya jamur tiram.
Usai mengikuti pelatihan budidaya jamur tiram yang diadakan Pemerintah Kecamatan Lawang Kidul bekerjasama dengan CSR PT Bukit Asam Tbk Tahun 2013 bertemakan “Teknologi Tepat Guna”, ia langsung beraksi dengan mensurvei kebutuhan jamur di pasar dan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan.
Dengan memberanikan diri mengajak teman-temannya di Bedeng Kresek Tanjung Enim Lawang Kidul untuk membudidayakan jamur tiram.
Siapa sangka, dengan bekal ilmu dari pelatihan dan modal patungan serta memanfaatkan lahan yang ada disekitar rumah bisa memanen jamur sebanyak 500 baglog (media tanam) hingga mencapai 3 ribu baglog.
Dari penanaman hingga penjualan memakan waktu lebih kurang 3-4 bulan setelah dipotong biaya air dan listrik bisa dapat Rp 6 juta per 10 hari panen.
Hingga akhirnya, adanya relokasi warga dari Bedeng Kresek membuat usaha jamur tiram yang dimulai sejak 2013 hingga 2016 terhenti.
Sempat berhenti dari dunia jamur tiram selama 6 bulan, tahun 2017, ia membuka lagi usaha jamur tiram dengan modal sendiri dan bisa menerima omset mencapai Rp 8 juta per bulan. Namun hasil ini tidak bisa dibilang cukup, karena diputar kembali untuk memenuhi kebutuhan usaha jamur.
Hingga tahun 2019 mendapat bantuan modal dari Corporate Social Responsibility (CSR) PTBA sebesar Rp 35 juta dan bisa membuat 15 ribu baglog.
Semua orang pasti ingin berhasil demikian juga Rahmawati. Tapi, apa adanya, tidak semua keinginan berjalan mulus, garis hidup berkata lain, pada tahun 2019, setelah panen pertama, Rahmawati kehilangan sang putri yang perlu perawatan serius di rumah sakit Palembang hingga tangan dinginnya menjaga baglog-baglog jamur tidak bisa diawasi penuh.
Alhasil, hingga musibah itu datang, sang putri meninggal, semakin membuat duka mendalam baginya. Rahmawati bertutur saat itu seperti rasanya mau mati saja dan tidak ada rasa untuk kembali hidup didunia, apalagi kembali menggeluti usaha jamur.
Padahal saat itu, hasil panen sedang tumbuh banyak meskipun hasil tidak sempurna atau tidak sesuai standar jamur yang layak dijual di pasaran karena minimnya sentuhan tangan dinginnya.
Semangat yang dulu ada membuat luntur seketika. Waktu pun berjalan, semak belukar mulai berdatangan di rumah kumbung jamur semakin lesu semangat hidupnya.
Bisa dikatakan saat itu, saya berhenti total di usaha jamur. Kerja serabutan pun mulai dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terlebih ditambah suami tidak bekerja dan mulai masuk masa pandemi Covid-19.
Rasanya sangat malu bila berjumpa dengan orang-orang CSR PTBA, karena masih ada angsuran yang belum lunas di PTBA.
Dahulu pernah merasakan setelah masa inkubasi selama 40 hari bisa panen 3-4 kali sehari. Hasil panen ini yang kemudian diolah menjadi berbagai macam kreasi makanan yang menggungah selera seperti sate, nugget, bakso, jamur cripsy, stik jamur, pangsit dan banyak lagi yang kemudian akan di distribusikan secara luas.
Goresan-goresan indah ini pernah menjadi percakapan bersama suami, apakah bisa terulang kembali.
Hingga akhirnya babak baru untuk kembali ke cinta pada pandangan pertama yaitu jamur tiram dirasakan akan segera bertemu. Kedatangan Tim CSR ke lokasi kumbung jamur membuat cerita berbeda.
Benar saja, dengan penuh keluh kesah ia menyampaikan kepada Tim CSR PTBA apa yang terjadi hingga kumbung jamurnya saat itu penuh dengan semak belukar.
Melalui petunjuk dan bimbingan CSR PTBA, ia membuat proposal bantuan untuk usaha jamur. Awal Januari 2021 diajukan proposal dan akhir Februari 2021 pencairan dana bantuan yang ke-2.
Syukur Alhamdulillah, mungkin dengan kepercayaan, Rahmawati mengatakan akhirnya PTBA memberikan bantuan kembali untuk usaha jamur tiram melalui dana hibah sebesar Rp 15 juta.
Dengan tetap menjadi binaan Sentra Industri Bukit Asam (SIBA) Jamur tetap bernama Kelompok Jamur Tiram “Bukit Mandiri” di Desa Keban Agung Kecamatan Lawang Kidul, akhirnya Rahmawati dan suaminya membuka lembaran usaha jamur tiram kembali.
“Bantuan ini membuat usaha jamur tiram yang dikelola bersama suami menjadi bangkit dari keterpurukan, bulan Juni kemarin panen perdana sebanyak 5 ribu baglog,” ucapnya.
Ia sangat bersyukur bentuk tanggung jawab sosial dari Perusahaan untuk maju dan berkembang bersama lingkungan yang diberikan benar-benar bisa dirasakan.
Dan atas kepercayaan dari Perusahaan melalui pola mitra binaan PTBA, Rahmawati akan tetap mempertahankan dan terus meningkatkan kreasi produk olahan jamur dengan menambah banyak lagi varian-varian menarik dari jamur, sehingga tetap eksis dan memperluas pangsa pasar. (Sw)